Welcome to my blog

Obat Anestesi/Ike Mega Irawati/ 091.0039/ S1-2A

ANESTESI LOKAL

Posted Rabu, 15 Desember 2010 by Ike Mega Irawati


Definisi : obat yg hambat hantaran saraf reversible bila dikenakan scr lokal pd jar saraf dg kadar cukup
Bekerja pada tiap bagian susunan saraf yg diintervensi
Struktur anestesi Lokal
Anestesi lokal adalah gabungan dari garam larut air dan alkaloid larut dalam lemak dan terdiri dari bagian kepala cincin aromatik tak jenuh bersifat lipofilik, bagian badan sebagai penghubung terdiri dari cincin hidrokarbon dan bagian ekor terdiri dari amino tersier bersifat hidrofilik.
Bagian lipofilik
terdiri dari cincin aromatik tak jenuh, misal PABA (para amino benzoic acid). 
Bagian hidofilik
Biasanya golongan amino tersier (dietil-amin)
Obat pertama : kokain, alkaloida dlm daun Erythroxylon coca
Sifat :
- Tdk mengiritasi & tdk merusak jar saraf scr permanen
- Mula kerja singkat , masa kerja lama
- Batas keamanan lebar
- Larut air
- Stabil dalam larutan
- Dapat disterilkan tanpa mengalami perubahan
  
 Klasifikasi
Struktur dasar anestesi local pada umumnya terdiri dari tiga bagian, yakni suatu gugus amino hidrofil yang dihubungkan oleh suatu ikatan ester (alcohol) atau amida dengan suatu gugus aromatis lipofil. Semakin panjang gugus alkoholnya, semakin besar daya kerja anestetiknya, tetapi toksisitasnya juga meningkat.
Anestesi lokal dapat digolongkan secara kimiawi dalam beberapa kelompok sbb:
  1. Senyawa ester (-COOC-): kokain dan ester PABA ( benzokain, prokain, oksibuprokain, tetrakain)
  2. Senyawa amida (-NHCO-): lidokain dan prilokain, mepivakain, bupivakain, dan cinchokain
  3. Lainnya: fenol, benzialkohol dan etil klorida.

Mekanisme kerja
  • Cegah konduksi dan timbulnya impuls saraf
  • Tempat kerja terutama di membran sel
  • Hambat permeabilitas membran ion Na+ akibat depolarisasi menjadikan  ambang rangsang membran meningkat
  • Eksitabilitas << & kelancaran hambatan terhambat
  • Berikatan dg reseptor yg tdpt pd ion kanal Na, terjadi blokade sehingga hambat gerak ion via membrane
Mula kerja bergantung beberapa faktor, yaitu:
  • pKa mendekati pH fisiologis sehingga konsentrasi bagian tak terionisasi meningkat dan dapat menembus membran sel saraf sehingga menghasilkan mula kerja cepat
  • Alkalinisasi anestesi lokal membuat mula kerja cepat
  • Konsentrasi obat anestesi lokal
Lama kerja dipengaruhi oleh:
  • Ikatan dengan protein plasma, karena reseptor anestesi lokal adalah protein
  • Dipengaruhi oleh kecepatan absorpsi
  • Dipengaruhi oleh ramainya pembuluh darah perifer di daerah pemberian

Farmakokinetika
  1. Resorpsinya dari kulit dan selaput lender dapat berlangsung sangat cepat dan baik, misalnya pada kokain, lidokain, prilokain, dan tetrakain. Distribusinyapun berlangsung dengan pesat ke semua organ dan jaringan. Sebaliknya, resorpsi prokain di kult buruk. Kecepatan daya kerja dan lamanya ditentukan oleh lipofilitas, pKa, derajat pengikatan pada protein dan derajat vasodilatasinya.
  2. Perlu dihindarkan penggunaan anestesi lokal pada penderita kerusakan hati.
  3. Toksisitas anestesi lokal tergantung pada keseimbangan antara kecepatan resorpsi dan kecepatan degradasi. Kecepatan resorpsi dan juga toksisitasnya dapat diperkecil dengan pemberian vasokonstriktor. Keuntungan lain dengan pemberian vasokonstriktor adalah diperpanjangnya daya kerja dan berkurangnya kehilangan darah di tempat luka bedah. Vasokonstriktor yang digunakan adalah epineprin dan norepineprin.
  4. Kombinasi antara epineprin dan norepineprin tidak boleh digunakan pada bagian-bagian tubuh tertentu (jari tangan/kaki, hidung, telinga, penis)karena kemungkinan timbulnya ischemia dan gangrena (jaringan mati).

Farmakodinamik
  1. Pada SSPdapat merangsang SSP menjadi gelisah & tremor kemudian  kejang klonik lalu  depresi dan berakhir dengan  kematian (paralisis napas
  2. Pada sambungan saraf otot & ganglion dapat mempengaruhi transmisi di sambungan saraf otot adalah  berkurangnya respon otot atas rangsangan saraf
  3. Pada sistem kardiovaskular: pada miokard timbulkan turunnya eksitabilitas, kec konduksi & kekuatan kontraksi (kdr tinggi dlm plasma); Vasodilatasi arteriol
  4. Pd otot polos : Spasmolitik yg tdk berhub dg efek anestetik
  5. Onset, intensitas, dan durasi blockade saraf ditentukan oleh ukuran dan lokasi anatomis saraf.
  6. Saluran Na+ penting pada sel otot yang bisa dieksitasi seperti jantung. Efeknya terhadap saluran Na+ jantung adalah dasar terapi anestesi lokal dalam terapi aritmi tertentu.
  7. Anestesi lokal umumnya kurang efektif pada jaringan yang terinfeksi dibanding jaringan normal, karena biasanya infeksi mengakibatkan asidosis metabolik lokal

Profil obat
1. Prokain
a. Farmakodinamik
  • Dosis 100-800 mg : analgesik ringan , efek maks 10-20 ‘, hilang stlh 60’
  • Dhidrolisis mjd PABA (para amino benzoic acid) dapat hambat kerja sulfonamid
b. Farmakokinetik
Esterase
  • Absorpsi cepat PABA + dietilaminoetanol
Hidrolisis
  • PABA diekskresi dlm urin (btk utuh & terkonjugasi)
c. Indikasi
  • Anestesi infiltrasi, blokade saraf, epidural, kaudal & spinal
  • Geriatri : perbaiki aktivitas seksual & fgs kel endokrin (conflicted)
d. Sediaan
  • Prokain HCl 1-2 %adalah anestesi infiltrat, 5-20% ; anestesi spinal

2. Lidokain
a. Farmakodinamik
  • Anestesi lokal kuat . Tjd lebih cepat, lbh kuat, lbh lama & lbh ekstensif dp prokain
  • Lar lidokain 0,5% adalah  anestesi infiltrat, 1-2% ; anestesi  blok & topikal
  • Efektif bila tanpa vasokonstriktor, kec absorpsi & tox , masa kerja lbh pendek
b. Farmakokinetik
  •  Mudah diserap dr tmpt injeksi
  • Dapat tembus sawar darah otak
  • Metab : hati; eks : urin
c. Indikasi
  • Injeksi : anestesi infiltrasi, blokade saraf, anest epidural, anest kaudal, anest mukosa
  • Anest infiltrat : lar 0,25-0,50% dg atau tanpa adrenalin
  • Kedok gigi : lar 1-2% lido dg adrenalin
  • Anest permukaan , anest kornea mata (lidokain 2% + adrenalin)
  • Turunkan iritabilitas jantung

3. Dibukain
  • Anest lokal plg kuat,plg toksik, masa kerja panjang
  • 15x lbh kuat & toksik dg masa kerja 3x lbh panjang dp prokain
  • Kdr 0,05-0,1% : anest injeksi; anest uretra 0,05-0,2%; anest spinal : 7,5-10 mg

4. Mepivakain HCl
  • Mirip lidokain
  • Anest infiltra , blokade saraf regional, anest spinal
  • Sediaan :Injeksi adalah larutan 1%,1,5%,2%

5. Piperakain HCl
  • i.v : toks 3x prokain
  • Kekuatan anest = prokain
  • Pemakaian topikal : lar 2% utk kornea, salep 4% utk mata; blokade saraf : lar 0,5-1%

6. Tetrakain
  • Derivat PABA
  • Adalah anestesi local yang menembus kornea dan konjungtiva, obat ini efektif setelah pemberian topical pada mata dalam 30 dtk dan anestesi bertahan selama min. 15 mnt
  • i.v = 10x lbh aktif & lbh toksik dp prokain
  • Dosis dan pemberian: pada mata 1 atau 2 tetes larutan 0,5%; THT : lar 2%
  • Kontraindikasi : diketahui adanya hipersensitiv terhadap tetrakain, inflamasi okuler atau infeksi
  • Tindakan pencegahan : Mata yang teranestesi harus dilindungi dari debu dan kontaminasi bakteriologi samapai sensasi pulih sepenuhnya. Pemakaian yang lama dapat menimbulkan opasitas pada kornea
  • Efek merugikan : Perasaan terbakar setempat dapat timbul dan yang lebih jarang adalah lakrimasi dan fotofobia
  • Penyimpanan: Tetrakain tetes mata harus disimpan dalam wadah tertutup rapat terlindung dari cahaya dan jangan didinginkan

7. Prilokain HCL
  • Efek fkologi mrp lidokain
  • Mula & lama kerja lbh lama dp lidokain
  • Sediaan : kdr 1,2,3 %

8. Bupivakain
Zat ini menghambat inisiasi dan transmisi impul saraf pada tempat pemberian dengan menstabilkan membrane saraf. Senyawa ini dimetabolisme di hati. Dan biasanya anestesi bekerja selama 2-4 jam


Kegunaan
  • Anestesi infiltrasi
  • Blok saraf perifer dan simpatis
  • Anestesi gigi
  • Anestesi spinal
  • Anestesi epidural dan kaudal
  • Bupivakain tidak cocok untuk anestesi regional intravena atau penggunaan topikal
Kontraindikasi
  • Infeksi kulit yang berdekatan dengan tempat injeksi atau adanya kecenderungan perdarahan abnormal
  • Anemia berat
  • Penyakit jantung
  • Anestesi lokal dan epidural jangan dilakukan pada pasien dehidrasi dan hipovolemia
  • Kadar bupivakain yang tinggi dalam darah harus dihindari pada pasien dengan gangguan hepar

Efek samping
  • Efek sampingnya adalah akibat dari efek depresi terhadap SSP dan efek kardio-depresifnya (menekan fungsi jantung) dengan gejala penghambatan pernapasan dan sirkulasi darah. Anestetika local dapat pula mengakibatkan reaksi hipersensitasi yang seringkali berupa exantema, urticaria dan bronchospasme alergis sampai adakalanya shock anafilaktis yang dapat mematikan. Yang terkenal dal;am hal ini adalah zat-zat kelompok ester prokain dan tetrakain, yang karena itu tidak digunakan lagi dalam sediaan local. Reaksi hipersensitasi tersebut diakibatkan oleh PABA (para amino benzoic acid), yang terbentuk melalui hidrolisa. PABA ini dapat meniadakan efek antibakteriil dari sulfonamide. Oleh karena itu, terapi dengan sulfa tidak boleh dikombinasi dengan penggunaan ester-ester tersebut.
  • Efek SSP : depresi, stimulasi, tergantung jalur saraf yang dipengaruhi anestesi local
  • Overdosis anestesi local dapat menyebabkan:
  • Penurunan transmisi impuls pada neuromuscular junction dan sinaps ganglion
  • Mengakibatkan kelemahan dan paralysis otot

 Teknik Pemberian Anestesi Lokal
1. Anestesi permukaan
2. Anestesi infiltrasi
3. Anestesi blok
  • Anestesi spinal
  • Anestesi epidural
  • Anestesi kaudal

Penggunaan 
1. Secara parenteral anestesi local sering kali digunakan pada pembedahan. 
Jenis anestesi local yang paling banyak digunakan sebagai suntikan adalah sbb:


a. Anestesi infiltrasi
Beberapa injeksi diberikan pada atau sekitar jaringan yang akan dianestetisir, sehingga mengakibatkan hilangnya rasa di kulit dan di jaringan yang terletak lebih dalam, misalnya pada praktek THT (Telinga, Hidung, Tenggorokan) atau gusi (pada pencabutan gigi).
b. Anestesi konduksi (blok ade saraf perifer), yaitu injeksi di tulang belakang pada suatu tempat berkumpulnya banyak saraf, terutama pada operasi lengan atau kaki, dan juga bahu. Selain itu juga digunakan untuk menghalau rasa nyeri hebat.
c. Anestesi spinal (intrathecal), yang disebut juga injeksi punggung. Obat disuntikkan di tulang punggung yang berisi cairan otak. Dengan demikian injeksi melintasi selaput luar dari sumsum belakang (duramater), biasanya antara ruas lumbal ke 3 dan keempat. Sehingga pembiusan dari kaki/bagian bawah tubuh sampai tulang dada dapat dicapai dalam beberapa menit.
d. Anestesi epidural juga ternasuk injeksi punggung. Obat disuntikkan di ruang epidural, yakni ruang antara kedua selaput luar sumsum belakang. Injeksi diberikan di lokasi yang berbeda-beda, misalnya secara lumbal untuk persalinan (SC), obstetri dan pembedahan perut bagian bawah. Secara cervical untuk mencapai hilang rasa di daerah tengkuk; secara torakal untuk pemotongan di paru-paru dan perut bagian atas. Cara ini layak digunakan untuk pembedahan yang lama waktunya atau pasca bedah untuk penanganan nyeri.
e. Anestesi permukaan
Sebagai suntikan banyak digunakan sebagai penghilang rasa oleh dokter gigi untuk mencabut geraham atau untuk pembedahan kecil seperti menjahit luka di kulit. Anestesi permukaan juga digunakan sebagai persiapan untuk prosedur diagnostik, seperti bronkoskopi, gastroskopi dan sitoskopi.

2.Cara Penggunaan Lain
Secara oral anestesi local digunakan sebagai larutan untuk nyeri di mulut atau tablet isap (sakit tenggorokan). Juga dalam bentuk tetes mata untuk mengukur tekanan intraokuler atau mengeluarkan benda asing, begitu pula sebagai salep untuk gatal-gatal atau nyeri luka bakar.
Senyawa ester sering menimbulkan reaksi alergi kulit, maka sebaiknya digunakan suatu senyawa amida yang lebih jarang mengakibatkan hipersensitasi.






DAFTAR PUSTAKA
  1. Hoan Tjay, Drs. Tan dan Raharja, Drs.Kirana.2007.Obat-Obat Penting.Jakarta:PT. Elex Media Komputindo
  2. Katzung g. Bertram.2002.Farmakologi Dasar dan Klinik.Buku 2 Edisi 8.Jakarta:Salemba Medika
  3. Joyce L Kee, Evelyn R Hayes.1994.Farmakologi Pendekatan Proses Keperawatan. Jakarta:Buku Kedokteran
  4. Drs. Tjay, Tan Hoan dan Drs. Kirana Rahardja.2002.Obat-Obat Penting.Jakarta:Gramedia.
  5. Muh, Anief.1995.Prinsip Umum dan Dasar Farmakologi cetakan I.Gajah Mada University Press.Yogyakarta.
  6. Deglin dan Judith Hopfer.2004.Pedoman Obat Untuk Perawat.Jakarta:EGC.
  7. Katzung, Bertram G.1998. Farmakologi Dasar dan Klinik. Edisi VI. Jakarta: EGC
  8. Komala, dr. Sugiarto dan Chandranata dr. Linda.1997.Metode Penulisan Resep menurut WHO Obat-Obat yang Digunakan dalam Anestesi.Jakarta:Buku Kedokteran EGC
  9. Sulistia,G. Ganiswara.1999.Farmakologi dan Terapi.Jakarta:Gaya Baru
  10. M.J.Neal.2006.AtglanceFarmakologiMedis.Edisi5.Erlangga:JakartaOlson,James,M.D.,Ph.D.2003.Belajar Mudah Farmakologi.Jakarta:EGC
  11. A. Latief, Said, A. Suryadi, Kartini, dan Dachlan, M. Raswan.2002. Petunjuk Praktis Anestesiologi Edisi Kedua.Jakarta:Bagian Anestesiologi dan Terapi Intensif Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia .
  12. Departemen Farmakologi dan Terapeutik FKUI.2007. farmakologi dan terapi edisi 5.Jakarta: Balai Penerbit FKUI
"Tapakilah jejak ini,, wujudkanlah mimpi... Dan yakinlah kan kau raih,,, lakukanlah dari hati... Beri yang terbaik." SEMANGAT!!!



Semoga tulisan ini bermanfaat bagi para pembaca.. Dan silahkan untuk menuliskan kritik serta komentar Anda. Terima Kasih

0 komentar:

Posting Komentar